PLOGGING

Oleh:

Afitri

Dosen Fisip UNAND/ Sekretaris UNIDHA

 

DALAM kegiatan penjaringan isu prioritas lingkungan hidup oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sumatera Barat, Senin 11/3/2019 yang lalu masalah sampah adalah salah satu isu yang paling menonjol.  Hal ini terkait dengan masih rendahnya kapasitas pengelolaan sampah di berbagai level.  

Di level rumah tangga, antara lain, masih rendahnya keinginan untuk langsung memilah antara sampah organik dan anorganik.  Pun, misalnya, petugas lapangan di perumahan yang sebagian masih kurang disiplin membuang sampah ke tempat pembuangan sementara.  Selain itu, daya tampung TPA regional di Payakumbuh, misalnya, juga sudah melewati kapasitasnya yang semula direncanakan 400.000 m3, namun saat ini diestimasi sudah  menampung 508.325 m3.

 

      Di ruang publik pun kerap kita lihat perilaku anggota masyarakat  yang membuang sampah di sembarang tempat.  Kendati pun sudah tersedia tempat sampah, namun toh sampahnya masih berserakan.   Ini menjadi gambaran yang secara mencolok membedakan antara negeri kita dengan negara-negara maju. Apalagi jika dikaitkan dengan penerapan prinsip pengelolaan sampah 3 R (Reuse, Reduce, Recycle), terasa masih tertinggalnya kita.

Apa dan mengapa plogging?

Plogging adalah singkatan dari "pick litter and jogging".  Ini adalah aktivitas dimana peserta sambil jogging atau berlari juga memungut sampah yang ditemukan di rute jalan yang dilewati.  Dengan memakai sarung tangan atau alat penjepit peserta memungut aneka ragam sampah plastik, kertas atau kaleng bekas dan lalu memasukkannya ke dalam kantong yang disediakan.   

Tren baru ini bermula sejak tahun 2016 di Swedia yang sejak 2018 merambat pesat ke  Eropa dan kemudian juga mengglobal ke seluruh dunia.  Ini bermula dari keprihatinan terhadap semakin tingginya jumlah plastik yang terbuang ke laut.  Seperti diketahui, 80 persen sampah plastik di lautan berasal dari daratan.  Rata-rata kantung plastik digunakan hanya 25 menit,  tapi butuh waktu 500 tahun untuk hancur dan terurai di alam.

Aktivitas plogging ini tidak hanya akan berdampak positif untuk lingkungan namun juga untuk kebugaran dan kesehatan tubuh.  Gerakan "stop-squat-and pick up trash"  yakni berlari lalu berhenti, jongkok memungut sampah, berdiri lagi dan berlari merupakan gerakan kebugaran yang bermanfaat secara fisik.

Sekaitan dengan itu, dan juga dalam rangka Hari Peduli Sampah Nasional 2019, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menginisiasi acara launching dan pembentukan komunitas plogging Sumatera Barat.  Kegiatan yang dilaksanakan Sabtu, 16/3/2019 ini bertempat di pelataran Danau Cimpago Pantai Padang dan diikuti oleh semua stakeholder LH dan kelompok pencinta lingkungan, komunitas olahraga, kelompok sadar wisata serta SKPD terkait kabupaten kota se Sumatera Barat.  Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan dan memasyarakatkan plogging sebagai salah satu ikhtiar dalam mengatasi masalah sampah.

Plogging ini selanjutnya dapat dilakukan di lingkungan sekolah, kampus maupun pada waktu car free day (CFD).   Jika semua atau sebagian besar pejalan kaki atau pelari melakukan plogging dengan sendirinya jalur jalan CFD akan tetap terjaga kebersihannya.  

Sangat baik lagi jika sampah yang terkumpul dari aktivitas plogging dikerjasamakan dengan Bank Sampah atau juga diberikan ke pemulung agar dapat di-recycle dan  bermanfaat secara ekonomi.  Di luar CFD pun, secara individual maupun berkelompok aktivitas plogging ini baik untuk dibiasakan karena tidak hanya bermanfaat untuk kesehatan tubuh, tapi juga untuk lingkungan. ***

Share Berita :