08 Desember 2020 11:34:19 WIB

Yal Yudian, Pahlawan Lingkungan Lahan Bekas Tambang

Yal Yudian, seorang pemuda yang dibesarkan di Sijunjung ini, memiliki peran yang besar bagi daerah tambang emas itu. Tepatnya di tahun 2013 silam, dia melihat sebuah harapan dari kondisi dampak tambang emas yang bertebaran di daerahnya itu. Pria kelahiran Agustus 1988 yang akrab disapa Yal ini, melihat ada potensi untuk lahan bekas tambang emas itu bila kembali diolah. Entah ide apa yang terpikirkan olehnya, sehingga dia optimis bahwa lahan bekas tambang emas itu bisa kembali diolah.

 

Dia pun mencoba mengenal lebih dekat lahan bekas tambang emas itu. Tumpukan tanah yang ada di kawasan tambang itu, menjadi perhatian awal Yal. Dia sadar betul bahwa yang namanya bekas tambang emas, ada kemungkinan bahwa kondisi tanah bakal sulit untuk ditanami oleh tumbuhan-tumbuhan pangan.

 

Namun, dia tidak berhenti di sana. Yal pun mencoba mengecekan tingkat keasaman tanah (pH tanah) kepada Ahli Tanah yang ada di Universitas Andalas Padang. Alasan Yal mengambil langkah untuk memastikan kondisi tanah, karena yang namanya bekas tambang dikhawatirkan tanah itu tercemar dengan merkuri.

Tidak lama kemudian, setelah hasil labor keluar dari Unand Padang, ternyata tanah yang merupakan kawasan tambang emas itu sama sekali tidak tercemar adanya merkuri.

 

"Awalnya saya coba-coba untuk menggarap lahan yang bekas tambang emas itu. Setelah hasil labor Unand keluar, dan ternyata tanah itu tidak tercemar. Saya pun memulai untuk mencari alat untuk meratakan hamparan lahan yang telah diporak porandakan akibat aktivitas tambang emas itu," katanya ketika ditemui Bisnis di Nagari/Desa Padang Sibusuk, Kecamatan Kupitan, Sijunjung, Jumat (27/11/2020).

 

Keinginan Yal untuk mengolah lahan bekas tambang emas itu semakin bulat. Hal yang terpikirkannya adalah bagaimana supaya lahan itu bisa produktif dan menghasilkan nilai ekonomi.

Pengalaman Yal yang sebagai petani, dia pun berpikir untuk mengolah lahan bekas tambang itu untuk dijadikan hamparan bertani jagung. Alasan dia memilih jagung, karena tanaman jagung memiliki karakter yang tidak terlalu rumit ditanam dan dirawat.

 

Dengan artian, untuk memanfaatkan lahan tanah bekas tambang yang gersang itu, paling tepat untuk bertanam jagung. Apalagi Yal memiliki sosok seorang yang menjadi tempat diskusinya soal bertani, yakni pensiunan pegawai di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumbar.

 

Setelah menjalani diskusi yang cukup lama, Yal pun melihat ada secercah harapan untuk kampung halamannya agar bisa memiliki sumber perekonomian baru selain melakukan tambang emas.

"Saya pun mulai mendatangi orang yang memiliki punya lahan serta tokoh masyarakat. Tujuan saya melakukan itu, ya untuk menyampaikan ide dan niat saya. Anehnya mereka malah seakan menertawakan saya, ya mungkin saya dianggap gila," ujar Yal.

Namun ada terselip bahasa yang disampaikan oleh pemilik lahan dan juga tokoh masyarakat di desanya itu. "Ya cobalah dulu jika ingin mengolah lahan itu, nanti kita bicarakan, lagi," begitu kata pemilik sebut Yal.

 

Usia Yal yang memang tergiling cukup muda, membuat semangatnya begitu menggebu-gebu untuk segera mengelola lahan bekas tambang emas itu untuk bertanam jagung, setelah dapat memo izin dari pemilik lahan.

Tapi sayang, Yal pun dihadang dengan permasalahan terkait peralatan. Melihat bongkahan tanah dan lahan yang porak poranda itu, dibutuhkan sebuah alat berat untuk membuat hamparan lahan itu jadi kembali datar seperti sedia kala.

 

Ketika itu, dia pun mendatangi dinas pertanian setempat agar bisa meminjamkan sebuah alat berat yang dapat digunakan untuk membuat lahan itu kembali datar. Namun, harapan Yal tidak semulus diharapkan, dia malah sempat ribut dengan pihak pemerintah setempat.

 

"Saya kesulitan untuk mendapatkan alat berat. Nah hingga akhirnya ada satu perusahaan yang punya mesin yang mungkin kerjanya tidak seperti alat berat pada umumnya. Saya pun menyewa nya dan biaya yang cukup besar," jelasnya.

Langkah di sini, Yal berpikir bahwa harus memiliki modal agar lahan yang terbentang itu bisa digarap. Ketika itu Yal yang masih bekerja sebagai pegawai kontrak di daerah Sijunjung, mengajukan pinjaman uang ke Koperasi Pegawai di sana.

Ketika itu, Yal mendapat pinjaman yang cukup besar. Dari uang koperasi yang dipinjamnya itu, Yal pun mulai menyewa sebuah alat untuk bisa membuat lahan itu bisa dikelola.

 

"Jadi dari hasil labor tanah Unang itu menyampaikan. Agar tanah itu memiliki pH yang bagus. Perlu kerja ekstra yakni membalikan tanah, permukaan tanah berada di bawah, dan di bagian bawah jadi permukaan. Makanya saya butuh alat untuk mengerjakan ini," sebut dia.

Setelah mendapatkan lahan sekitar 1 hektar itu, hari demi hari Yal menyisihkan waktunya di lahan bekas tambang emas itu dengan proses pembalikan tanah. Dimana dia juga memiliki kewajiban kerja sebagai pegawai kontrak.

 

Dengan modal yang dia dapatkan dari koperasi itu, sewa alat mesin di ladangnya pun terus diperpanjang per 15 hari. Hingga waktu terus berlalu, Yal pun memulai untuk bertanam jagung.

Di sini Yal mulai merekrut buruh tanah untuk memulai tanaman jagungnya. Artinya dari langkah awal telah ada tenaga kerja yang terserap.

 

Hari demi hari dan bulan demi bulan dilalui, ternyata tanah bekas tambang emas itu mampu menunjukan hasil yang menggembirakan. Tanaman jagung tumbuh begitu subur.

 

Kondisi itu telah mematahkan anggapan bahwa tanah bekas tambang itu tidak bisa produktif. Nyatanya tanaman jagung tumbuh dengan subur tanpa ada kendala apapun.

 

"Jadi jagung sudah tumbuh, masyarakat sekitar mulai terpanggil untuk mengolah lahan bekas tambang emas lainnya. Karena hasilnya sudah nampak dari yang saya lakukan itu. Saya senang ada perhatian masyarakat atas hal yang tengah saya perjuangkan itu," ungkap Yal.

 

Hal yang mengejutkan lagi, setelah memasuki panen, dimana modal yang telah dihabiskan Yal untuk bertanam jagung untuk luas 1 hektar sebanyak Rp30 juta. Ternyata mampu meraup untung bersih sebesar Rp8 juta.

Kabar inipun membuat masyarakat setempat semakin yakin. Bahkan orang pemilik lahan yang dikelolanya itu, yang awalnya mereka menganggap Yal gila. Meminta kembali agar lahannya itu mereka yang dikelola.

 

Bagi Yal hal itu bukanlah sebuah persoalan, malahan sebuah prestasi. Sebab, secara tidak langsung Yal telah membuka mata masyarakat setempat bahwa lahan yang dianggap tidak produktif itu, nyatanya bisa menguntungkan juga, seperti hasil yang telah dinikmatinya tersebut.

Dari sana, Yal pun semakin percaya diri untuk melihat kawasan-kawasan lahan bekas tambang emas lainnya yang bisa dikelola nya. Dan bahkan selain lahan bekas tambang emas yang di liriknya untuk dikelolah, lahan tidur alias tidak dimanfaatkan pun turut dijadikan tempat tumbuhnya nilai-nilai rupiah.

 

"Dari sini, saya pun mulai mengajak masyarakat untuk sama-sama mengelolah lahan bekas tambang itu. Di sini saya mulainya soal sisi ekonominya dan bukan soal prosesnya. Saya memberikan mereka gambaran, keuntungan bila bertani di lahan bekas tambang itu, seperti keuntungan saya dapatkan dari bertanam jagung," ucap Yal.

 

Nyatanya, ajakan dari Yal dapat mempengaruhi masyarakat. Dari awalnya Yal hanya menggarap lahan di satu kecamatan saya yakni di Kecamatan Kupitan, dia pun menjajal titik lainnya seperti di Kecamatan Koto Tujuh, Sumpur Kudus, Ampek Nagari, Sijunjung, Kamang Baru, Lubuak Tarok, dan Tanjuang Gadang.

Diberbagai daerah itu, Yal mulai kegiatan swadayanya kepada masyarakat untuk mengelolah lahan bekas tambang emas dan lahan tidur.

Ketika itu, dia bersama masyarakat lainnya mengolah lahan bekas tambang emas itu untuk ditanami cabai merah. Ternyata setelah proses dilalui hingga bisa panen cabai merah, keuntungan yang diperoleh sangatlah fantastis.

 

"Ketika panen cabai merah meraup untung Rp300 juta. Nah saya pun semakin memiliki modal untuk terus menggarap lahan bekas tambang dan lahan tidur itu. Hingga akhirnya sampai sekarang ada 70 hektar lahan bekas tambang yang telah saya kelolah, dan sebagian besarnya telah kembali ke pemilik lahan," paparannya.

 

Sepanjang bertani di atas lahan bekas tambang emas itu, Yal tidak hanya bertanam jagung dan cabai merah saja, tapi juga turut berkebun jeruk dan pepaya yang sifatnya tanaman muda.

 

Lalu turut mengembangkan peternakan sapi simental, dengan tujuan nanti mengingat bergerak di bidang pertanian, dia juga bercita-cita untuk mengajak petani meninggalkan pupuk yang menggunakan zat kimia.

"Makanya mulai beternak sapi, dimana nantinya kotorannya bisa dijadikan pupuk," sebut dia.

 

Dengan adanya perjuangan Yal yang begitu berat, mulai dari dianggap gila hingga rela meninggalkan pekerjaannya sebagai pegawai kontrak, telah membuktikan bahwa lahan bekas tambang itu aman dan bisa dimanfaatkan.

 

Dan dari pengalamannya itu, Yal juga meraih banyak penghargaan, tidak hanya dari tingkat provinsi saja, tapi juga dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI di kategori Kalpataru.

Penghargaan itu pun telah diterima nya pada bulan September 2020 ini. Kalpataru bukanlah penghargaan satu-satunya yang diraih oleh Yal di bidang lingkungan, tapi juga telah mendapat penghargaan jadi Pemuda Pelopor dan beberapa penghargaan lainnya.

 

Yal juga sering diundang ke berbagai pihak perguruan tinggi terutama Unand Padang untuk menjadi pembicara dalam kegiatan seminar soal lingkungan, terutama bersama mahasiswa Ilmu Tanah Unand Padang.

"Padahal saya tidak tamat SD, lalu untuk SMP dan SMA saya pun ambil ijazah paket C itu. Lalu lanjut kuliah di jurusan Hukum Universitas Eka Sakti Padang. Tapi pengalaman saya sepertinya dibutuhkan oleh banyak orang, dan saya merasa senang dengan hal itu," ungkap Yal.

 

Kini, Yal memiliki harapan kepada generasi muda agar bisa menjadi seorang pemuda yang bisa menggerakan kampung atau desanya ke arah yang lebih baik. Bila ada ketidakbenaran jangan pejamkan mata, tapi bergerak bersama untuk melawan hal itu.

"Kenapa saya bilang begitu, saya pernah mendemo pemerintah soal pengambilan gas di Sijunjung dulu. Dampaknya membuat puluhan sawah rusak, saya tidak terima itu," tegas dia.

 

Kini Yal mengaku sangat menikmati hidup sebagai sosok inspiratif banyak orang dalam bidang lingkungan dan pertanian. Karena namanya kini tidak hanya dikenal bagi daerah Sumbar saja, tapi juga sudah dikenal di berbagai kalangan orang-orang di jajaran perguruan tinggi besar di Indonesia.

 

Seperti halnya Institut Teknologi Bandung (ITB) dan terutama bagi banyak pihak di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI akrab dengan Yal. Semua itu, karena dia pernah berdebat dengan dosen ITB dan pegawai KLHK soal pemanfaatan lahan bekas tambang emas yang dikhawatirkan menimbulkan racun pada tanaman.

"Perdebatan itu saya adu dengan pengalaman di lapangan dan terbukti bahwa tanah bekas tambang emas di Sijunjung itu tidak mengandung racun merkuri. Karena sistem penambangan yang dilakukan di lahan kering itu, tidak menggunakan merkuri," tutupnya

Sumber: Forum Wartawan Lingkungan Sumatera Barat (https://sumatra.bisnis.com/)

Share Berita :